I.
Pengertian
Smart Parenting
Smart
Parenting adalah keseluruhan yang dapat orangtua lakukan, hal-hal baik yang
besar maupun yang kecil, hari demi hari, yang dapat menciptakan keseimbangan
lebih sehat dalam rumah tangga dan hubungan dengan anak-anak. Tindakan orangtua
harus menekankan pentingnya perasaan dan membantu orangtua dan anak-anak
mengatasi serangkaian emosi dengan pengendalian diri. Kehilangan pengendalian
diri dapat berarti bahwa mereka (anak-anak) akan kehilangan uang saku,
kehilangan kesempatan mengikuti kegiatan mentoring atau ekstrakurikuler,
kehilangan peluang kerja atau bahkan mereka harus ditempatkan di sekolah
khusus. Anak-anak membutuhkan keterampilan-keterampilan untuk tumbuh dalam
lingkungan positif penuh perhatian dan kaya akan peluang.
Smart
Parenting membantu mewujudkan lingkungan seperti itu, bukan penanganan parsial
untuk mengatur anak-anak maupun menjadi orangtua dengan prinsip-prinsip luas
tanpa petunjuk bagaimana menerapkannya. Strategi untuk membangun Smart
Parenting harus menggunakan kelima prinsip dasar yang akan dibahas selanjutnya
secara bersamaan. Prinsip-prinsip dasar bertujuan untuk mengembangkan sebuah
atmosfir keluarga yang sehat dan konstruktif sehingga tujuan-tujuan orangtua
dan anak bisa diwujudkan secara sempurna. Lebih baik menerapkan beberapa
prinsip dengan konsisten, daripada bernafsu mencoba semuanya sekaligus.
II.
Prinsip-prinsip
Yang Mendasari Smart Parenting
Satu
rahasia Smart Parenting adalah bahwa apa yang baik bagi orangtua juga baik bagi
anak-anak. Pengantar ini memperkenalkan lima prinsip smart parenting sebagai
pondasi dalam membangun sebuah keluarga yang bijak.
Prinsip pertama
: Menyadari Perasaan Diri Sendiri dan Orang lain
Perasaan
merupakan sesuatu yang sulit dipahami. Pada umumnya, anak yang bermasalah dalam
perilaku juga mengalami kesulitan memberi label pada perasaannya dengan tepat.
Mereka tidak dapat membedakan jengkel dan marah, kecewa dan sedih, bangga dan
senang dan lain-lain. Kesadaran akan perasaan orang lain sangat penting, karena
dengan mengetahui perasaan orang lain, dia akan berkesempatan memiliki
interaksi positif dengan mereka, termasuk kadang-kadang, untuk mendapatkan apa
yang dia inginkan.
Dalam
contoh, siswa yang mampu memahami perasaan gurunya mungkin akan mendapatkan
keringanan ketika terlambat menyerahkan tugas, bantuan tambahan, bahkan mungkin
nilai baik dibandingkan teman-temannya yang pandai tapi tidak memiliki kepekaan
perasaan seperti dirinya.
Prinsip kedua
: Menunjukkan Empati dan Memahami Perspektif Orang Lain
Empati
merupakan kemampuan menyelami perasaan orang lain. Memahami perasaan orang lain
adalah bagian penting pengembangan kepekaan terhadap sesama, sebuah istilah
yang tidak baru lagi. Untuk mengetahui perasaan orang lain dan berempati
dengannya, seseorang harus mampu membaca perasaan tersebut. Tidak saja
diperlukan kemampuan mendengarkan dengan seksama, tetapi juga membaca
isyarat-isyarat nonverbal. Sering bahasa tubuh dan tekanan suara mengungkapkan
emosi kita dengan lebih efektif daripada kata-kata.
Kemampuan berempati sangat diperlukan orang tua dalam
menghadapi anak-anak dan vital bagi anak-anak untuk belajar berempati sebagai
keterampilan sosial positif, belum lagi bahwa kemampuan berempati secara umum
membuat seseorang lebih baik beradaptasi secara emosional dan lebih sukses,
terutama dalam hubungan cinta.
Di samping memberikan teladan, orangtua juga harus menjelaskan
perilaku dan perasaan mereka sehingga anak-anak dapat memahami dengan lebih
baik “darimana mereka berasal” dan tidak mengansumsikan mereka berasal dari
tempat yang sama seperti tokoh-tokoh televise atau film.
Prinsip ketiga
: Mengelola Gejolak Emosional dan Perilaku Secara Bijak.
Tanpa
kemampuan untuk menunda kepuasan, pada akhirnya kita harus menerima kurang dari
yang mungkin mestinya kita dapatkan. Jika kita bekerja keras untuk mendapatkan
sesuatu, maka kita akan cenderung mendapatkan lebih serta kepuasan karena telah
mengusahakannya. Aspek lain dari pengendalian diri adalah kemampuan untuk
membatasi reaksi emosional terhadap situasi, baik reaksi itu positif maupun
reaksi negatif.
Mengajarkan
dan mempraktekkan pengendalian diri memang sulit, tetapi jika diusahakan akan
membantu memecahkan banyak masalah keluarga. Mengatasi perilaku implusif jelas
sangat penting. Respon perilaku naluriah kita terhadap konflik sering tidak
efektif dalam mengatasi masalah-masalah semacam itu. Sebagai manusia, kita
dibekali respon hadapi atau lari (fight or flight) terhadap situasi-situasi
bermasalah. Kita harus memanfaatkan apa yang kita ketahui tentang perasaan dan
perspektif kita sendiri dan orang lain untuk membantu kita mengendalikan diri
dan berpikir jauh ke depan.
Prinsip keempat
: Berorietasi pada Tujuan dan Rencana Positif.
Salah
satu elemen terpenting menjadi seorang manusia (orang tua) adalah bahwa kita
dapat menetapkan tujuan dan membuat rencana untuk mencapai tujuan tersebut.
Semua yang dilakukan orang tua dan anak-anak haruslah berorientasi pada sebuah
tujuan tertentu.
Teori
kecerdasan emosional menyatakan bahwa hal ini memiliki implikasi penting.
Pertama ,kita harus mengakui kekuatan ampuh optimism dan harapan. Kedua, kita
tahu bahwa dalam berusaha mencapai tujuan, ada waktu-waktu kita lebih efektif
atau kurang efektif. Bagian penting smart parenting adalah untuk menyadari
waktu-waktu ini dalam diri kita dan anak-anak kita dan untuk bekerja selaras,
bukan melawan, irama semacam ini sesering mungkin. Terakhir, sebagai orang tua
sebaiknya kita memperbaiki cara kita dalam penetapan dan perencanaan tujuan dan
bagaimana kita menghendaki anak-anak kita akan melakukannya.
Prinsip kelima
: Memanfaatkan Kecakapan Sosial dalam Segala Macam Hubungan.
Disamping
memiliki kesadaran akan perasaan, kendali diri, orientasi tujuan dan empati,
kemampuan berhubungan secara efektif dengan orang lain juga. Ia memerlukan
kecakapan sosial seperti komunikasi dan pemecahan masalah. Keterampilan lain
yang diperlukan adalah kemampuan menjadi bagian dari suatu kelompok.
Orangtua
menginginkan keluarga berfungsi baik sebagai suatu kelompok. Orangtua
menginginkan anak-anak memiliki keterampilan yang berguna bagi
kelompok-kelompok di sekolah, lingkungan kerja atau dalam kehidupan
bermasyarakat. Belajar dengan mendengarkan orang lain dengan cermat,
bergiliran, menyelaraskan berbagai perasaan berbeda, berkompromi, membuat kesepakatan
dan menyatakan gagasan denga jelas merupakan beberapa keterampilan sosial yang
membantu orangtua dan anak dalam keluarga berfungsi lebih baik di sebuah
kelompok. Keterampilan sosial lain yang penting termasuk kemampuan
menyelesaikan persoalan antar pribadi dan membuat pilihan-pilihan tepat, penuh
pertimbangan dan tanggung jawab dalam kehidupan sehari-hari.
III.
Tiga
Belas Kesalahan Dalam Mendidik Anak
Kesalahan
dalam mendidik anak, orang tua harus selalu berhati-hati menghadapi anak yang
masing-masing tak dapat digeneralisasikan tapi sevcara garis besar orang tua
diharapkan waspada terhadap 13 kesalahan dalam mendidik anak yakni :
Ø Terlalu
banyak berkata “ jangan “
Seorang
anak mendengar komando “jangan” dalam setiap gerakannya akan merasa kesal dan
sangat boleh jadi ia akan menjadi pasif, tak punya kereatifitas, dia akan
mengagap bahwa ibu atau bapaknya menggangu kesenangannya untuk mengalihkannya
sebaiknya gantilah dengan kata “ayo” dan alihkanlah pada hal lain yang mungkin
lebih menarik.
Ø Berkelahi
dengan anak
Banyak
orang tua bersifat ngotot dank eras dihadapan anak-anaknya. Hal ini menjadikan
anak menganggap bahwa orang tuanya adalah saingannya bukan orang tempat
berlindung. Anak-anak yang dipaksa akan mempunyai sifat pendedam, selalu
menanti saat kapan ia bebas dari keluarga. Mendidik dengan kasih saying lebih
berhasil dari pada dengan kekerasan
Ø Menghina
anak-anak
Jika
cita-cita maupun keinginan, bakat dan hasil karya dihina ataupun dicemohkan,
kemungkinan besar anak-anak itu akan menjadi tidak percaya diri dan selalu
canggung dalam tindakannya. Disini orang tua harus selalu membangun kepercayaan
diri pada anak-anaknya.
Ø Menakut-nakuti
anak dan mengancap anak
Penuturan
karena ditakut-takuti merupakan perbudakan. Begitu juga mengancam seorang anak
supaya mau bekerja dengan hukuman sangatlah tidak bijaksana. Kemungkinan anak
menjadi jengkel dan ia akan mengambil pilihan dihukum dari pada mengerjakan
pekerjaan yang berat itu.
Ø Orang
tua berbicara terlampau banyak
Berbicara
nonstop akan membosankan dan kemungkinan anak tak dapat mencerna mana pokok
yang harus ia dengarkan dan mana pokok yang harus ia camkan.
Ø Berbicara
terlalu keras
Hindarkanlah
berbicara yang menimbulkan kesan bengis dan kesan membentak-bentak. Ucapan yang
lirih dan tegas akan lebih berhasil dari pada suara yang kaku membentak-bentak.
Ø Mematahkan
kemauan anak
Janganlah
memtahkan kemauan anak. Orang tua harus membantu anak-anak dalam memiliki
kemauan, kemauan harus dipupuk dan disalurkan ke hal-hal yang positif.
Ø Mengatakan
pada anak bahwa ia jahat
Jika
anak mendengar orang tuanya mengatakan ia jahat, maka anak akan bertanya dan
akan menilai dirinya seperti apa yang dikatak orang tuanya dan akan cenderung
berbuat seperti apa yang dikatakan orang tuanya. Katakanlah bahwa ia adalah
anak-anak yang patuh, baik dan berikanlah serta arahkanlah pada pemikiran dan
contoh-contoh yang positif.
Ø Membicarakan karakter anak dihadapan orang
banyak
Tidaklah
bijaksana orangtua membicarakan karakter anak di depan orang banyak. Seorang
anak akan merasa dihina jika kesalahannya dibicarakan, apalagi jika ia hadir di
situ. Keburukan yang dibicarakan akan menimbulkan sakit hati dan dendam. Kalau
kebaikan-kebaikan yang dibicarakan, anak-anak menjadi sombong dan merasa sudah
cukup dan tak perlu ia perbaiki lagi.
Ø Menghukum
anak dengan menyuruh dia bekerja
Suatu
pekerjaan yang diusahakan agar digemari oleh anak-anak, jangan dijadikan
sebagai hukuman atas kesalahan-kesalahan yang ia lakukan. Jadikan lah sesuatu
yang baik dan berguna menjadi kegemaran anak seperti menyapu, mencuci piring.
Ø Memberi
uang anak untuk foya-foya
Pemberian
uang ekstra oleh orangtua banyak membawa akibat buruk bagi anak-anak di bawah
umur, seperti baru-baru ini telah beredarnya minuman keras yang dikemas dalam plastic
yang harganya dapat dijangkau oleh anak-anak. Berikan anak-anak uang sesuai
dengan kebutuhan yang mutlak baginya.
Ø Menuruti
semua kemauan anak
Menuruti
segala keinginan anak akan menjadikan ia manja, sesudah dewasa sukar mengontrol
diri, karena terbiasa semua keinginannya dipenuhi. Anak semacam ini akan
gampang putus asa jika rencananya gagal, ia menjadi kurang tabah dan kurang
sabar dalam menghadapi berbagai percobaan.
Ø Tidak
melatih anak bekerja
Banyak
orangtua yang khawatir jika anaknya bekerja nanti kulitnya akan menjadi kasar
dan sebagainya. Anak yang tidak dilatih bekerja akan menjadi malas, tidak
bertanggung jawab, serta menjadi orang yang tak tahu bekerja. Anak-anak yang
terbiasa bertanggung jawab di rumah akan dapat bertanggung jawab di luar rumah.
IV.
Pola
Asuh Dalam Membangun Smart Parenting
Smart parenting (pendidikan cerdas) merupakan suatu
pola asuh yang dinamis sesuai dengan kemampuan anak dan tingkat tumbuh
kembangnya (Nada, 2008). Dimana pola asuh yang dimaksud ada
beberapa tipe yaitu pola asuh authoritarian (otoriter), pola asuh authoritative
(demokratis), dan pola asuh permisif (Hasan, 2009).
1.
Pola
Asuh Authoritarian (otoriter)
Pola asuh
authoritarian adalah bentuk pola asuh yang menekankan pada pengawasan orangtua
atau kontrol yang ditujukan kepada anak untuk mendapatkan ketaatan dan
kepatuhan. Perilaku orangtua dalam berinteraksi dengan anak bercirikan tegas,
suka menghukum, anak dipaksa patuh terhadap peraturan-peraturan yang diberikan
oleh orangtua dan cenderung mengekang anak. Segi positif dalam pola asuh
otoriter ini yaitu bahwa anak yang dididik akan cenderung menjadi disiplin
mentaati peraturan.
2.
Pola
Asuh Authoritative (demokratis)
Pola
demokratis bercirikan adanya hak dan kewajiban orangtua dan anak adalah sama
dalam arti saling melengkapi, anak dilatih untuk bertanggung jawab dan
menentukan perilakunya sendiri agar dapat berdisiplin. Orangtua banyak
memberikan kesempatan kepada anak untuk berbuat keputusan secara bebas,
berkomunikasi dengan lebih baik, mendukung anak untuk memiliki kebebasan
sehingga anak mempunyai kepuasan, dan sedikit menggunakan hukuman badan untuk
mengembangkan disiplin. Dalam pola asuh ini anak akan menjadi seorang individu
yang mempercayai orang, bertangung jawab terhadap tindakan-tindakannya, tidak
munafik, jujur.
3.
Pola
Asuh Permisif
Pola asuh permisif merupakan
bentuk pengasuhan dimana orangtua member kebebasan sebanyak mungkin pada anak
untuk mengatur dirinya, anak tidak dituntut untuk bertanggung jawab dan tidak
banyak dikontrol oleh orangtua. Orangtua memandang anak sebagai seorang pribadi
dan mendorong mereka untuk tidak berdisiplin dan anak diperbolehkan untuk
mengatur tingkah lakunya sendiri.
okeh...okeh.
BalasHapusasallamualaikum mba ibriza...
BalasHapusmakasih mba atas informasi blognya.
ini sangat bermanfaat bagi saya mba.
sip bee, kunjungi blogku juga ya :D
BalasHapustrus sdhkah mb nyiapin plan bt mb kdpn???
BalasHapussudah dooong :p
HapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusmantap de,rekomendasi kedepan :)
BalasHapussiap haha
Hapusmantap de,rekomendasi kedepan :)
BalasHapuscita cita saya juga jadi orang tua yang plntar,..pimtar dalam segala hal lalaupun susah,hahahaha..............
BalasHapusbeh inpone bagus, Lagunya juga :D
BalasHapusbaguss .. tapi rapikan lagi dung :D
BalasHapusKeren artikelnya
BalasHapus(y)
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusmbK, DAFTAR REFERENSINYA DI CANTUMKAN DONG
BalasHapus